Memang
benar, negara berkembang seperti Indonesia, mempunyai cerita unik untuk
dibagikan dan peran penting dalam mendukung aksi iklim global. Kalimat tersebut diucapkan oleh Menteri Koordinator
Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan saat pembukaan Indonesia
International Sustainability Forum (ISF) 2024 yang diselenggarakan di Jakarta
pada 5--6 September.
Forum
yang menarik 11 ribu lebih partisipan yang terdiri atas pemangku kepentingan,
pelaku industri, dan masyarakat dari 53 negara tersebut banyak berdiskusi
tentang persepsi dunia untuk mewujudkan pemenuhan karbon bersih (net zero emissions/NZE)
sesuai yang termaktub dalam Perjanjian Paris (Paris Agreement).
Dalam
ajang ini, Indonesia mengukuhkan ambisi dan kepeduliannya terhadap pembangunan
berkelanjutan yang memperhatikan lingkungan. Itu karena, laporan Global Carbon Project menyatakan
bahwa total emisi karbon dunia pada tahun 2023 mencapai 40,6 miliar ton. Nilai
tersebut meningkat 1,1 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Apabila
diakumulasi dengan dampak penggundulan hutan dunia, nilai emisi zat yang
membuat suhu bumi meningkat tersebut menjadi 45,1 miliar ton. Apabila hal ini terus berlanjut, dikhawatirkan iklim
dunia akan berubah secara drastis, sehingga mengerek ke arah katastrofe atau
malapetaka.
Menyadari
pentingnya pengurangan penggunaan karbon, Indonesia dengan tegas berambisi
mengajak para pemangku kepentingan dan masyarakat dunia untuk mewujudkan Bumi
yang bersih melalui transisi energi. Ambisi itu diperlihatkan Indonesia dengan
memamerkan capaiannya kepada para partisipan, supaya mereka terpacu untuk
meningkatkan komitmennya dalam menggunakan energi terbarukan (EBT).
Seperti
halnya saat Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memamerkan Indonesia memiliki
pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) apung terbesar di Asia Tenggara,
sekaligus menjadi yang terbesar ketiga di dunia. Fasilitas elektrifikasi EBT itu berlokasi di Waduk
Cirata, Jawa Barat, yang mampu memproduksi listrik bersih mencapai 192 megawatt
peak (MWp).
Tags
Joko Widodo