Gubernur
Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan stabilitas nilai tukar rupiah
tetap terjaga sesuai dengan komitmen kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia. Stabilitas nilai tukar rupiah ke depan akan didukung
oleh aliran masuk modal asing, menariknya imbal hasil, rendahnya inflasi dan
pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap baik. "Ke depan, nilai tukar rupiah diprakirakan akan bergerak stabil
sesuai dengan komitmen Bank Indonesia untuk terus menstabilkan nilai tukar
rupiah," kata Perry
BI
terus mengoptimalkan seluruh instrumen moneter termasuk peningkatan intervensi
di pasar valas serta penguatan strategi operasi moneter pro-market melalui
optimalisasi instrumen Sekuritas Rupiah BI (SRBI), Sekuritas Valas BI (SVBI),
dan Sukuk Valas BI (SUVBI).
Bank
Indonesia juga memperkuat koordinasi dengan pemerintah, perbankan, dan dunia
usaha untuk mendukung implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil
Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sejalan dengan Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 36 Tahun 2023.
Lebih
lanjut Perry menuturkan nilai tukar rupiah pada Juni 2024 hingga 19 Juni 2024
terjaga, meski sempat tertekan 0,70 persen (ptp), setelah pada Mei 2024 menguat
0,06 persen (ptp) dibandingkan dengan nilai tukar akhir bulan sebelumnya.
Pelemahan
nilai tukar rupiah tersebut dipengaruhi oleh dampak tingginya ketidakpastian
pasar global, terutama berkaitan dengan ketidakpastian arah penurunan Fed Funds
Rate (FFR), penguatan mata uang dolar AS secara luas, dan masih tingginya
ketegangan geopolitik. Dari faktor
domestik, tekanan pada rupiah juga disebabkan oleh kenaikan permintaan valas
oleh korporasi, termasuk untuk repatriasi dividen, serta persepsi terhadap
kesinambungan fiskal ke depan.
Dengan
perkembangan itu, nilai tukar rupiah melemah 5,92 persen dari level akhir
Desember 2023, lebih rendah dibandingkan dengan pelemahan Won Korea, Baht
Thailand, Peso Meksiko, Real Brazil, dan Yen Jepang masing-masing sebesar 6,78
persen, 6,92 persen, 7,89 persen, 10,63 persen, dan 10,78 persen.
Tags
Joko Widodo